Skip to main content

GALIH & RATNA (2017) REVIEW : Pengingat Masa Remaja yang Manis


Telah ada sepasang sejoli lain yang lebih ikonik dan muncul jauh sebelum Cinta dan Rangga di Ada Apa Dengan Cinta?. Sepasang sejoli ini muncul dari karakter yang dibuat oleh Eddy D. Iskandar lewat tulisannya di sebuah karya novel berjudul Gita Cinta Dari SMA. Kisahnya pun pernah divisualisasikan oleh Arizal di tahun 1979. Muda-mudi di kala itu pun begitu menggilai kisah cinta dua insan manusia ini. Galih dan Ratna, kisah cinta mereka bersemi di bangku SMA dan abadi dikenang sepanjang masa.

Kisah manisnya masih memberikan rasa yang tak pernah lekang oleh zaman. Hingga di generasi yang sudah berubah segala kebiasaannya ini, rasanya perlu dikenang lagi kisah cinta mereka. Maka, datanglah Lucky Kuswandi membawakan kisah cinta bahagia mereka dengan caranya sendiri. Lucky Kuswandi mengadaptasi bebas sumber utama kisah cinta Galih dan Ratna ini dan mempersembahkannya sebagai surat cinta kepada generasi remaja millenial untuk merasakan degupan cinta yang bahagia.

Bukan lagi ‘Gita Cinta Dari SMA’, tapi ‘Galih & Ratna’ sebagai tajuk pilihan sekaligus cara untuk membedakan karya milik Lucky Kuswandi dengan film sebelumnya. Karya milik Lucky Kuswandi ini tak serta merta mengadegankan ulang panel-to-panel yang hanya menimbulkan efek nostalgia. Galih & Ratna lebih kepada rejenuvasi atas karya lama milik Arizal berdasarkan novel milik Eddy D. Iskandar. Tetapi, inilah ‘Galih & Ratna’ yang meskipun mendapatkan pembaharuan tetap memiliki rasa manis yang sama. Mengingatkan kepada siapa saja yang menontonnya tentang masa remajanya yang bahagia. 


Klise, poin utama yang keluar sesaat mengetahui bahwa ‘Galih & Ratna’ ini adalah sebuah film kisah cinta remaja. Secara konflik dan cabang cerita, ‘Galih & Ratna’ memang tak punya kisah yang baru apalagi kisahnya tak lain juga disadur dari sumber yang sama. Lucky Kuswandi memang tak menegaskan untuk memberikan pembaharuan dalam plot ceritanya, tetapi mengembalikan sebuah rasa, kenangan, yang pernah setiap orang rasakan saat remaja.

Setiap orang pasti pernah menyatakan bahwa masa remaja adalah masa yang paling indah dan atas pernyataan itulah Lucky Kuswandi bermain saat mengarahkan Galih & Ratna. Film ini digunakan sebagai sebuah pertanda akan zaman remaja yang selalu menjadi pijakan untuk diingat tentang masa lalu. Dengan film ‘Galih & Ratna’, penonton yang sudah jauh melewati masa-masa ini bisa kembali teringat betapa manisnya merasakan cinta pertama dengan segala komplikasinya. 


Maka terwakililah kenangan memadu kasih saat remaja lewat karakter Galih dan Ratna yang merasakan adanya rasa pada pandangan pertama. Ketika itu, Ratna (Sheryl Sheinafia) adalah murid baru dari Jakarta yang pindah di sebuah sekolah di Bogor. Saat dia baru saja datang dan memperkenalkan diri di depan kelas, Galih (Refal Hady) dengan mudahnya terpesona dengan paras cantik Ratna. Galih dan Ratna memiliki atraksi yang sangat besar satu sama lain dan ingin merealisasikan perasaannya agar jadi satu.

Di suatu sore, di sebuah toko kaset tua peninggalan ayah Galih, Ratna datang untuk ingin tahu siapa Galih. Setelah itu, mereka berdua semakin akrab dan tiba saatnya Galih ingin menyatakan perasaannya kepada Ratna. Melalui sebuah kompilasi kaset pita, Galih menggunakannya sebagai perwakilan suara hatinya kepada Ratna. Tetapi, problematika Galih dan Ratna tak hanya tentang kisah cintanya, tetapi juga problematika pribadi yang membuat mereka tak bisa merajut kasih dengan tenang. 


Plot cerita utama di ‘Galih & Ratna’ memang hanya sekedar bagaimana keduanya saling memadu kasih. Tetapi, bukankah memang ketika dua orang sedang merajut kasih, seakan-akan dunia milik berdua? dan poin itulah yang berusaha disampaikan oleh Lucky Kuswandi. ‘Galih & Ratna’ memang tak bisa lepas dengan pandangan sebuah plot yang generik, tetapi pengarahan Lucky Kuswandi berhasil memberikan sentuhan yang begitu manis. Sehingga, performa plotnya yang sudah menjemukan ini bisa menjadi sebuah angin segar di film-film dengan genre yang serupa.

Manis-manis jambu, begitulah ‘Galih & Ratna’ sebagai film kisah cinta remaja. Film ini dapat menimbulkan rasa manis yang muncul perlahan-lahan dan membuat penontonnya tersipu malu. ‘Galih & Ratna’ bisa digunakan sebagai sebuah memoir masa remaja yang dirindukan oleh banyak orang, apalagi bagi penonton yang sudah lewat masa remajanya. ‘Galih & Ratna’ milik Lucky Kuswandi ini bukan hanya sekedar pemicu rasa nostalgia atas film terdahulunya, tetapi lebih kepada sebagai pengingat masa-masa remaja penontonnya.

Meski disadur dari sumber yang sama, Lucky Kuswandi membuat ‘Galih & Ratna’ sebagai sebuah film adaptasi dengan interpretasi bebas. Muncullah pembaharuan yang terjadi di dalam konfliknya agar memiliki relevansi dengan masa remaja generasi millenial. Sehingga, ‘Galih & Ratna’ tak hanya sebagai mesin pengingat kenangan bagi penontonnya yang sudah tumbuh dan berkembang dengan ‘Gita Cinta di SMA’, tetapi juga sebagai tontonan alternatif remaja yang ingin merasakan pahit manisnya cinta. 


Meski kisahnya ringan dan mendayu-dayu tetapi ‘Galih & Ratna’ tak melupakan bagaimana karakternya yang remaja ini juga sedang proses untuk memiliki kedewasaan. Sehingga, film ini tak sekedar kisah cinta yang manis, tetapi juga ada rasa pahit dalam proses berceritanya. Setiap karakternya berkembang mencari jati diri dan apa yang mereka inginkan dalam hidup mereka. Pesan lain dalam ‘Galih & Ratna’ adalah menceritakan tentang tujuan dan apa yang diinginkan setiap orang dalam hidupnya.

Kehadiran Galih & Ratnabisa menjadi jawaban atas film kisah cinta remaja yang dibuat dengan sangat baik. Akhirnya penonton remaja bisa memiliki film untuk mencurahkan kegalauan hati dengan representasi di film yang tepat. ‘Galih & Ratna’ memang klise, tetapi ada rasa manis yang muncul dan berhasil membuat hati penontonnya tersipu malu. Meski dengan sumber yang sama dengan film di tahun 1979, Lucky Kuswandi lebih membuat ‘Galih & Ratna’ sebagai sebuah film adaptasi bebas interpretasi. Tujuannya bukan hanya sebagai pengingat memori penonton yang sudah lewat masa remajanya, tetapi juga menunjukkan adanya relevansi kepada remaja masa kini. Dan Lucky Kuswandi berhasil mengemas ‘Galih & Ratna’ yang membuat degupan di hati.  

Comments

Popular posts from this blog

Rapid Reviews: Despicable Me 3 and The House

If there's one current animated franchise I always look forward to, it's the Despicable Me films. Credited directors Kyle Balda, Pierre Coffin and Eric Guillon (co-director) bring to theaters the third installment of this series. Yet, with each subsequent journey into the hilarious and complicated life of former-super-villain Gru (voice of Steve Carell), the Despicable Me franchise seems to take a step backwards. After foiling an attempt at capturing the disgruntled former child star and 80s retro villain, Balthazar Bratt (voiced by South Park creator Trey Parker), Gru and Lucy (Kristen Wiig) are fired from the Anti-Villain League (AVL). And just as Gru breaks the unfortunate news to his trio of adopted daughters, he's visited by a man who reveals that Gru has a twin brother named Dru (also Steve Carell) who happens to possess a taste for villainy himself. The estranged siblings engage in some mischievous behavior behind Lucy's back and it leads on a path back to Bal...

The Best Amy Adams Performances

Amy Adams has become somewhat of an awards season staple with Oscar Nominations in 4 of the last 8 years. She makes a huge return in 2016 with a pair of vastly different films in the sci-fi drama, Arrival , and the mind-bending psychological thriller, Nocturnal Animals . Therefore, since Adams could be primed for another Oscar run for her role in this month's science fiction release, November's Movie List of the Month examines the finest work of her career ( October's list ). Honorable Mention:   Big Eyes , Doubt ,  Enchanted , and The Muppets #5. Junebug (2005) Phil Morrison's original indie drama, Junebug , proved to be a catalyst for Amy Adams' career. The film follows an art dealer (Embeth Davidtz) and her new husband (Alessandro Nivola) as they travel back to his home southern town where she meets his family and pregnant sister-in-law (Adams). Amy Adams knocks her southern accent out of the park and shines in her wholesome, albeit it talkative, role. The film ...

The Snowman and The Disaster Artist Trailers

From the acclaimed Best Selling Novel comes Tomas Alfredson's (Tinker Tailor Soldier Spy and Let the Right One In) October murder-mystery, The Snowman . Michael Fassbender stars as Harry Hole, a detective determined to find a killer who taunts the police with snowmen at his crime scenes. Readers were enthralled by the novel and if the film can be anywhere near as good, then we may have the year's most gripping crime-thriller on our hands. Check out the debut trailer for The Snowman which just dropped this morning. Tommy Wiseau's 2003 indie film, The Room , has been labeled as one of the worst films ever made, but that hasn't stopped it from earning an impressive cult following. And after debuting a "work in progress" screening at this year's SXSW Film Festival, James Franco's behind-the-scenes darkly comic, albeit respectful, dramatization, The Disaster Artist , became the talk of the town. Franco's brother, Dave, and regular partner in crime, Set...