Skip to main content

CEK TOKO SEBELAH (2016) REVIEW : Komedi Dengan Misi Mulia yang Belum Maksimal


Kesuksesan Ngenest The Movie, membuat Ernest Prakasa dipercaya oleh Starvision untuk membuat karya. Kesuksesannya pun tak sekedar dalam meraih angka penonton, tetapi secara kualitas pun Ngenest The Movie bisa melampaui ekspektasi penontonnya. Tak hanya dipercaya oleh rumah produksi, karya-karya Ernest Prakasa akan dinantikan oleh penikmatnya. Di tahun 2016 lalu, Ernest Prakasa kembali menghadirkan sebuah film komedi dengan misi yang sangat besar untuk disajikan kepada penontonnya.
 
Lewat ‘Cek Toko Sebelah’, Ernest Prakasa berusaha untuk kembali membuktikan kemampuannya dalam mengarahkan sebuah film. Genre komedi ini sudah menjadi makanan sehari-hari bagi Ernest Prakasa tetapi ada keseriusan yang lebih diperhatikan di film keduanya. Adanya Dion Wiyoko, Adinia Wirasti, Chew Kin Wah, dan mengambil keputusan berani mendatangkan wajah baru seperti Gisela, menunjukkan bahwa Ernest Prakasa di film keduanya ini sudah tak main-main.

Cek Toko Sebelah lagi-lagi mengangkat tema ras Tionghoa yang memang dekat dengan pribadi Ernest Prakasa. Tetapi, poin utama dari film Cek Toko Sebelah bukan lah tentang Tionghoa sebagai minoritas di Indonesia. Poin utama dari Cek Toko Sebelah adalah tentang keluarga, pesan yang begitu universal bagi siapapun. Maka dari itu, Cek Toko Sebelah memiliki misi yang sangat besar sebagai sebuah film komedi karena misinya untuk menyampaikan pesan yang serius itu dengan kemasan ringan. 


Misinya mulia, pesannya pun hangat, tetapi Cek Toko Sebelah yang berusaha keras untuk meminimalisir filmnya agar tak terlalu berat ini menjadi bumerang di keseluruhan film. Sebagai sebuah film komedi, tak dapat dipungkiri bahwa Cek Toko Sebelah berhasil menghibur penontonnya. Tetapi, hal tersebut bukan berarti menjadi kabar baik. Cek Toko Sebelah memiliki kekurangan-kekurangan yang harusnya bisa diperbaiki di karya-karya Ernest Prakasa selanjutnya.

Problematika domestik yang dibawa oleh Ernest Prakasa ini memang berusaha agar dapat diterima oleh banyak orang, tak hanya dikhususkan kepada kaum Tionghoa yang direpresentasikan di film ini. Ernest tahu bahwa tujuan dari Cek Toko Sebelah ini adalah untuk menumbuhkan relevansi problematika kaum minoritas Indonesia. Menunjukkan bahwa problematika yang terlihat tersegmentasi ini sebenarnya adalah realita sosial yang ada di setiap orang. 


Gambaran realita sosial itu tergambar lewat dari plot Cek Toko Sebelah yang menceritakan tentang bisnis toko kelontong milik Koh Afuk (Chew Kin Wah). Dia merasa bahwa dirinya semakin tua untuk mengurus toko kelontongnya, apalagi setelah ditinggal oleh istrinya (Dayu Wijayanto). Koh Afuk pun memutuskan untuk mewariskan tokonya ke Erwin (Ernest Prakasa). Mendengarkan keputusan koh Afuk, Yohan (Dion Wiyoko) sebagai anak sulung pun tak terima bila toko tersebut diberikan kepada Erwin sebagai anak bungsu.

Erwin pun tak senang mengetahui bahwa dirinya akan mewarisi toko tersebut, karena karir Erwin sedang naik-naiknya. Tetapi, Koh Afuk berusaha untuk meyakinkan Erwin agar mau melanjutkan toko kelontong milik keluarga ini. Akhirnya, Erwin diberi masa percobaan untuk mengurus toko kelontong tersebut selama sebulan. Tetapi, masalah-masalah di toko kelontong ini tak hanya datang dari internal keluarga, tetapi juga oknum-oknum lain yang berusaha membeli toko kelontong koh Afuk untuk kepentingan yang lain. 

 
Menuliskan permasalahan dengan ranah domestik atau pribadi tetapi berusaha memberikan dampak secara luas dan untuk semua kalangan ini dibutuhkan ketelitian. Naskah yang ditulis oleh Ernest Prakasa dan juga mendapat pengembangan cerita dari sang Istri, Meira Anastasia, ini memiliki kehati-hatian itu. Problematika di dalam plot cerita ini memiliki banyak kekayaan bila dirasakan lewat naskahnya, tetapi hasilnya di layar tak dapat dirasakan sepenuhnya.

Dengan durasi mencapai 104 menit, Cek Toko Sebelah terlihat memiliki keterbatasan dalam memperlihatkan kekayaan naskahnya. Yang menyebabkan hal tersebut adalah bagaimana Ernest yang sibuk berusaha menumpulkan isu sosialnya yang berat dengan kemasan komedi yang terlalu banyak. Sekuens-sekuens komedi itu memang cara jitu untuk sesekali digunakan sebagai pelarian diri dari plot yang terlalu serius. Tetapi, sekuens komedi ini tak bisa membaur menjadi satu dengan penuturan plot utamanya dan jadinya informasi yang diterima akan terpisah-pisah.

Cek Toko Sebelah pun tak bisa menjadi sebuah film yang utuh, perkembangan karakternya pun tak bisa terasa maksimal. Ada rasa Ernest ingin mendekatkan penonton dengan setiap karakternya, apalagi problematika seperti ini memang dekat dengan kehidupan sosial yang ada. Hanya saja, penuturannya terbata-bata, sehingga tujuan Ernest untuk mendekatkan itu kurang bisa tersampaikan. Ketika penonton sudah berusaha ingin menyatu dengan setiap karakter dan konfliknya, sekuens komedinya malah mendistraksi intimasi dengan karakternya. 


Kekuatan dari Cek Toko Sebelah adalah nilai produksi yang dibuat dengan teliti. Parodi brand produk yang ada di dalam film ini adalah bentuk salah satu ketelitian Ernest saat mengarahkan film ini. Selain dalam hal teknis, poin penting yang patut mendapat apresiasi adalah penampilan Dion Wiyoko dan Adinia Wirasti. Dion Wiyoko berhasil menerjemahkan kegelisahan Yohan yang merasa bahwa hirarkinya terganggu, diimbangi dengan permainan persona yang teduh dari Adinia Wirasti sebagai ayu. Sehingga, keduanya berhasil menjadi sorotan utama bagi film Cek Toko Sebelah ini.

Cek Toko Sebelah sebenarnya adalah sebuah film yang dibuat dengan teliti dan hati-hati. Hal itu terasa di dalam naskahnya yang ditulis begitu kaya. Hanya saja, dalam translasi menjadi sebuah film, Cek Toko Sebelah tak dapat menjadi sebuah film yang utuh. Hal itu dikarenakan distraksi sekuens komedi yang pada akhirnya menghambat perkembangan konfliknya, sehingga kekayaan naskahnya dalam menggambarkan isu-isu sosial itu tak dapat muncul dengan maksimal. Tetapi, detil nilai produksi dan performa Dion Wiyoko serta Adinia Wirasti ini menunjukkan bahwa Ernest Prakasa sebagai sutradara sebenarnya memiliki misi yang kuat dan mulia. Cek Toko Sebelah harusnya punya performa yang jauh lebih bagus dari ini. 

Comments

Popular posts from this blog

The Glass Castle

Destin Cretton is anything but a household name. Yet, the gifted filmmaker turned heads with his massively overlooked 2013 drama, Short Term 12 . The effort bridged together Cretton's singular story and vision with the remarkable acting talents of Brie Larson. Since then Larson has gone on to win an Academy Award ( Room ), but her career comes full circle in her latest collaboration with Destin Cretton in the adapted film The Glass Castle . Told non-chronologically through various flashbacks, The Glass Castle follows the unconventional childhood of gossip columnist and eventual Best-Selling author Jeannette Walls (Larson). Prior to her career as a writer, Walls grows up under the dysfunctional supervision of her alcoholic father (Woody Harrelson) and her amateur artist mother (Naomi Watts). But as Jeannette and her siblings begin to mature and fully comprehend their squatter-lifestyle and impoverished upbringing, they must work together to escape the clutches of their deadbeat par

FILOSOFI KOPI 2 : BEN & JODY (2017) REVIEW : Revisi Nilai Hidup Untuk Sebuah Kedai Kopi

  Kisah pendek yang diambil dari Dewi Lestari ini telah dibudidayakan menjadi sebuah produk yang namanya sudah mahsyur. Selain film, produk dari Filosofi Kopi ini diabadikan menjadi sebuah kedai kopi yang nyata. Dengan adanya konsistensi itu, tak akan kaget apabila film yang diarahkan oleh Angga Dwimas Sasongko ini akan mendapatkan sekuel sebagai perlakuan selanjutnya. Tentu, kekhawatiran akan muncul karena cerita pendek dari Filosofi Kopi pun hanya berhenti di satu sub bab yang telah dibahas di film pertamanya. Sayembara muncul ditujukan kepada semua orang untuk membuat kisah lanjutan dari Ben dan Jody ini. Sayembara ini sekaligus memberikan bukti kepada semua orang bahwa Filosofi Kopi tetap menjadi film yang terkonsentrasi dari penonton seperti film pertamanya. Yang jelas, Angga Dwimas Sasongko tetap mengarahkan Chicco Jericho dan juga Rio Dewanto sebagai Ben dan Jody. Angga Dwimas Sasongko pun berkontribusi dalam pembuatan naskah dari cerita terpilih yang ditulis oleh Jenny Jusuf s

DVD Outlook: August 2017

It appears August is rather barren with new DVD and streaming options ( July's suggestions ). Thankfully, a hot slate of diverse theatrical offerings such as The Big Sick , Dunkirk , War for the Planet of the Apes , Spider-Man: Homecoming and so much more, you can find a worthwhile movie to enjoy no matter what your personal preference may be. Either way, here's a look at what's available on DVD and streaming services this month. Alien: Covenant - 3 stars out of 4 - ( Read my full review here ) Earlier this year Ridley Scott returned to his storied  Alien universe once again with the follow-up to 2012's Prometheus . In the latest installment, Scott and company shift their efforts from cryptic to visceral and disturbing with a bloody and twisted affair that feels immensely more horror-based than its predecessor. While on a colonizing mission to jump-start the humanity on a distant planet, crew members of the Covenant are awoken from their hibernation state following