Skip to main content

SUICIDE SQUAD (2016) REVIEW : Penuh Ambisi Yang Hanya Sekedar Ilusi


DC Extended Universe sudah mulai untuk melebarkan dunianya. Banyak set up bermunculan yang sudah menetapkan tanggal-tanggal rilis hingga pada akhirnya menuju ke satu titik akhir bernama Justice League. Tetapi, keberadaan DC Extended Universe ini semakin lama semakin terancam. Kubu-kubu penikmat DC Extended Universe pun terpecah atas kualitas yang diberikan oleh Warner Bros saat memproduseri setiap film-film yang diadaptasi dari komiknya.

Ada sedikit ketakutan yang timbul di setiap film-film DC Extended Universe. Apalagi, Batman V Superman : Dawn of Justice memiliki performa yang kurang dapat diterima. Di tahun ini, DC pun mengeluarkan sebuah set up lain yang membuat DC Extended Universe semakin luas. Suicide Squad, film anti-superhero yang ditangani oleh David Ayer ini mendapatkan antusiasme tinggi dari calon penontonnya yang bahkan bukan fans komik DC. Tim marketing dari Suicide Squad pun mati-matian mendongkrak penjualan dari film ini hingga titik puncak yang ternyata membuat beberapa penonton antipati.

Antipati itu pun akan menimbulkan firasat buruk dari para calon penontonnya. Suicide Squad mungkin akan dibandingkan dengan Guardians of The Galaxy yang memiliki premis karakter yang sama. Meski dengan bentukan karakter yang mirip itu, kualitas Suicide Squad benar-benar tak memiliki kemiripan dengan Guardians of The Galaxy. Suicide Squad mungkin terlihat sengaja memiliki sebuah penampilan secara fisik film yang berantakan. Hanya saja, segala hal yang terlihat berantakan itu bukan hanya secara fisik. Pula, terlihat dari bagaimana Suicide Squad diarahkan. 


Memang rasanya salah untuk membandingkan Suicide Squad dengan Guardians of The Galaxy. Karena Marvel dan DC memiliki ciri khasnya masing-masing yang membuat filmnya memiliki karakteristik. Tetapi sayang, karakteristik DC yang dibuat terlihat kelam ternyata tak membuahkan hasil. Suicide Squadyang bangunan karakternya terlihat mirip dengan Guardians of The Galaxy pun berusaha mengemas dengan cara yang hampir sama tetapi penyampaiannya yang berbeda. Sehingga, secara otomatis penonton akan membandingkan hal tersebut.

Lagu-lagu vintage, kepribadian karakternya yang tengil, cukup menggambarkan bagaimana sebenarnya Suicide Squad ini akan terlihat sama dengan film milik Marvel tersebut. Tetapi, dengan durasi yang juga mencapai 123 menit ini, tak membuahkan hasil apapun selain sebuah film karakter manusia super generik yang tak menonjolkan keunikan dari karakter-karakternya sendiri. Padahal, seharusnya Suicide Squad memilliki potensi sebagai sebuah film manusia super terobosan baru milik DC Comics. 


Suicide Squad sendiri menceritakan para penjahat-penjahat berkekuatan super ini akan dijadikan sebagai senjata milik negara dalam memberantas kejahatan. Amanda Waller (Viola Davis) memutuskan untuk mengatur penjahat-penjahat kelas kakap ini dalam memberantas kejahatan. Penjahat-penjahat itu adalah Deadshot (Will Smith), Harley Quinn (Margot Robbie), El Diablo (Jay Hernandez), Killer Croc (Adewale Akinnuoye-Agbaje), Captain Boomeran (Jai Courtney), Slipknot (Adam Beach). Dan Rick Flag (Joel Kinnaman) diutus untuk menjadi kepala tim dari senjata negara ini.

Sayangnya, David Ayer selaku sutradara seperti lupa untuk membuat sebuah alasan betapa pentingnya tim ini dibuat. Akhirnya, dibuatlah sebuah kondisi di mana June Moore (Cara Delevigne), yang dirasuki penyihir jahat bernama Enchantress untuk menguasai dunia. Adanya guncangan ini membuat diaktifkannya ide milik Amanda Waller. Mereka pun dipasangi sebuah pemicu di dalam badannya agar tidak bisa macam-macam dan menyelesaikan misi mereka untuk memberantas Enchantress dan sekutunya. 


Yang membuat Suicide Squad akan terlihat mudah untuk disukai oleh penonton adalah penuhnya adegan aksi yang terlihat bombastis dengan karakter yang berusaha keras terlihat asyik. Sayangnya, hal itu adalah tipu daya yang dilakukan Warner Bros untuk mengemas Suicide Squad sebagai sebuah film utuh. Suicide Squad benar-benar sebuah usaha bunuh diri yang dilakukan oleh Warner Bros atau pun David Ayer dalam mengemas sebuah filmnya. Berusaha terlihat beda, nyatanya Suicide Squad malah menjadi sebuah bumerang bagi dirinya.

Kepingan-kepingan adegan yang ada di dalam film Suicide Squad terasa sebagai sebuah teaser trailer yang disulam satu persatu menjadi sebuah film berdurasi 120 menit. Adegan awal di mana Suicide Squad mulai mengenalkan karakternya satu persatu mungkin akan terasa menyenangkan. Hanya saja, hal tersebut tak berlangsung lama. Bahkan, ketika dimulainya sebuah introducing karakter, David Ayer terasa kebingungan memberikan sebuah alasan untuk melanjutkan konflik ceritanya. Sehingga, segala konflik klise manusia super itu hanyalah sebagai sebuah formalitas dalam penceritaan tiga babak di sebuah film.  


Dengan karakter yang harusnya menarik, seharusnya David Ayer lebih bisa mengulik kegunaan karakternya dengan benar. Nyatanya, David Ayer lupa akan melakukan hal tersebut. Dia memilih untuk menonjolkan banyak sekali gaya-gaya yang berusaha asyik yang ternyata menjadi dampak besar terhadap alunan penceritaan filmnya. Dengan durasi 120 menit, Suicide Squad tak berusaha menjelaskan apa-apa. Pun tak ada bangunan karakter yang seimbang, seisi film hanya berusaha menuju pada Deadshot dan Harley Quinn. Beberapa karakter pun hadir hanya sebagai formalitas, seperti Joker yang diperankan Jared Leto yang ternyata bermain tak terlalu bagus.  

30 menit awal film pun terasa seperti film yang hampir rampung. Akhirnya, Suicide Squadberusaha memperbanyak lagi adegan-adegan agar durasi bertambah banyak. Ritme film pun seperti tak berjalan kemana-mana dan melelahkan penonton untuk mengikuti seisi filmnya. Suicide Squadmemberikan terlalu banyak easter eggs yang pada akhirnya memberikan kesan ambisius yang besar dari adanya DC Extended Universe. Belum lagi, penempatan-penempatan lagu vintage yang terkesan asal tempel di setiap scene-nya. Sehingga tak ada satu pun yang terngiang di kepala penontonnya. 


Maka, sekali lagi DC Extended Universe ternyata gagal untuk memperkuat bangunan dunianya. Suicide Squad yang digadang menjadi sebuah tontonan menarik, nyatanya gagal dalam memberikan penuturan dalam ceritanya. Tak ada penjelasan bangunan karakter yang kuat, alasan konflik utama yang juga lemah, membuat Suicide Squad masih saja menjadi tugas bagi Warner Bros dalam mengelola DC Extended Universe. Dengan durasi yang membengkak hingga 120 menit, David Ayer tak berusaha menjelaskan apapun di Suicide Squad. Film ini hanya berisikan tentang keambisiusan DC Extended Universe untuk menampilkan kedigdayaannya yang masih saja menjadi ilusi. 


Comments

Popular posts from this blog

The Glass Castle

Destin Cretton is anything but a household name. Yet, the gifted filmmaker turned heads with his massively overlooked 2013 drama, Short Term 12 . The effort bridged together Cretton's singular story and vision with the remarkable acting talents of Brie Larson. Since then Larson has gone on to win an Academy Award ( Room ), but her career comes full circle in her latest collaboration with Destin Cretton in the adapted film The Glass Castle . Told non-chronologically through various flashbacks, The Glass Castle follows the unconventional childhood of gossip columnist and eventual Best-Selling author Jeannette Walls (Larson). Prior to her career as a writer, Walls grows up under the dysfunctional supervision of her alcoholic father (Woody Harrelson) and her amateur artist mother (Naomi Watts). But as Jeannette and her siblings begin to mature and fully comprehend their squatter-lifestyle and impoverished upbringing, they must work together to escape the clutches of their deadbeat par

FILOSOFI KOPI 2 : BEN & JODY (2017) REVIEW : Revisi Nilai Hidup Untuk Sebuah Kedai Kopi

  Kisah pendek yang diambil dari Dewi Lestari ini telah dibudidayakan menjadi sebuah produk yang namanya sudah mahsyur. Selain film, produk dari Filosofi Kopi ini diabadikan menjadi sebuah kedai kopi yang nyata. Dengan adanya konsistensi itu, tak akan kaget apabila film yang diarahkan oleh Angga Dwimas Sasongko ini akan mendapatkan sekuel sebagai perlakuan selanjutnya. Tentu, kekhawatiran akan muncul karena cerita pendek dari Filosofi Kopi pun hanya berhenti di satu sub bab yang telah dibahas di film pertamanya. Sayembara muncul ditujukan kepada semua orang untuk membuat kisah lanjutan dari Ben dan Jody ini. Sayembara ini sekaligus memberikan bukti kepada semua orang bahwa Filosofi Kopi tetap menjadi film yang terkonsentrasi dari penonton seperti film pertamanya. Yang jelas, Angga Dwimas Sasongko tetap mengarahkan Chicco Jericho dan juga Rio Dewanto sebagai Ben dan Jody. Angga Dwimas Sasongko pun berkontribusi dalam pembuatan naskah dari cerita terpilih yang ditulis oleh Jenny Jusuf s

DVD Outlook: August 2017

It appears August is rather barren with new DVD and streaming options ( July's suggestions ). Thankfully, a hot slate of diverse theatrical offerings such as The Big Sick , Dunkirk , War for the Planet of the Apes , Spider-Man: Homecoming and so much more, you can find a worthwhile movie to enjoy no matter what your personal preference may be. Either way, here's a look at what's available on DVD and streaming services this month. Alien: Covenant - 3 stars out of 4 - ( Read my full review here ) Earlier this year Ridley Scott returned to his storied  Alien universe once again with the follow-up to 2012's Prometheus . In the latest installment, Scott and company shift their efforts from cryptic to visceral and disturbing with a bloody and twisted affair that feels immensely more horror-based than its predecessor. While on a colonizing mission to jump-start the humanity on a distant planet, crew members of the Covenant are awoken from their hibernation state following