Skip to main content

PIXELS (2015) REVIEW : Wasted 80’s Arcade Games Excitement


Banyak orang bilang, tahun 80an adalah sebuah era emas di mana banyak sekali sesuatu yang ikonik yang berasal dari era tersebut. Pun, pengaruh-pengaruh tata busana, musik, dan hal lain di era 80 itu diadaptasi lagi di era moderen ini. Dan, salah satu yang menjadi sebuah ikon dari tahun 80 adalah permainan analog. Permainan sangat terkenal di era tersebut dan melahirkan beberapa nama-nama permainan terkenal seperti Pac-Man, Donkey Kong, ataupun Space Invaders.

Dengan adanya dasar dari permainan analog yang biasa dikenal dengan Arcade ini, Patrick Jean mencari sudut pandang lain tentang permainan-permainan ini dalam sebuah film pendek. Chris Columbus yang merasakan adanya potensi dari film pendek milik Patrick Jean, ingin menjadikannya menjadi sebuah film utuh untuk layar lebar. Dengan judul yang sama –Pixels–Chris Columbus sendiri yang akan menangani film ini.


Menjadikan Pixels sebagai sebuah film aksi komedi, Chris Columbus mengajak Adam Sandler sebagai pemain utama di dalam film terbarunya. Adam Sandler dan film komedi lambat laun semakin menunjukkan kemundurannya. Beberapa filmnya tak memberikan performa menyenangkan yang dapat membuat penontonnya terhibur. Dan hal itu kembali terulang di dalam film milik Chris Columbus yang paling baru ini.

Di dalam Pixels, menceritakan tentang Brenner (Adam Sandler) yang pernah menjadi orang yang paling hebat di sebuah permainan analog saat masih belia. Brenner mengikuti sebuah kompetisi permainan analog untuk menunjukkan bahwa dia yang paling hebat. Di tempat kompetisi tersebut akan merekam permainan mereka ke dalam sebuah kapsul dan ditunjukkan ke satelit mereka dan ditujukan kepada planet baru di luar sana. 

Sayangnya, Brenner tak bisa mengalahkan Eddie (Peter Dinklage) di permainan Donkey Kong dan gagal menjadi yang terbaik. Setelah beranjak dewasa, Brenner menjadi teknisi alat elektronik dan melupakan kemahirannya dalam permainan analog tersebut. Tetapi, ada satu hal yang membuat keahlian Brenner kembali digunakan. Kapsul yang merekam permainan analog di luar angkasa tersebut disalahartikan oleh makhluk luar angkasa sebagai sebuah deklarasi perang. Alien tersebut membentuk diri sebagai sebuah permainan 8-bit dan menyerang bumi. 


Memiliki sebuah excitementyang menarik, tak lantas membuat Pixelsmilik Chris Columbus ini akan sama menariknya dengan excitement yang ditawarkan. Konflik yang ditawarkan di dalam Pixels memang tak memiliki sesuatu yang besar dan itu sebenarnya bukan menjadi masalah. Hanya saja, menjadikannya sebuah film komedi, Chris Columbus harusnya memiliki visi untuk menjadikan komedinya menjadi sesuatu yang universal bagi penontonnya.

Tim Herlihy selaku penulis naskah dari Pixels, melulu menyelipkan sebuah slapstik komedi yang semakin lama semakin basi. Menunjukkan tingkah laku yang sangat tak sopan dari karakter-karakternya tak lantas membuat filmnya menjadi sebuah film yang akan membuat penonton tertawa. Pun, Chris Columbus sangat gagal membuat penontonnya tertawa, meskipun dia tahu mana momen yang diharapkan oleh Chris Columbus menjadi momen untuk mengocok perut penontonnya.

Pun, komedi yang diangkat masih tak jauh-jauh dari sensualitas yang cenderung mendiskriminasi dan membuat penontonnya menggelengkan kepala. Pun hal tersebut menjadi sebuah minus besar, terlebih Pixels ditujukan sebagai sebuah film musim panas untuk keluarga. Dialog-dialog kasar dan disampaikan dengan nada tinggi oleh karakternya yang digunakan sebagai momen komedik di film ini malah terasa sangat menganggu penontonnya.


Performa tak menyenangkan Pixelstak berhenti dari bagaimana lelucon di dalam setiap momen film ini yang gagal disampaikan dengan baik. Pun, Chris Columbus masih kebingungan untuk mengarahkan konflik dari film Pixelsini. Alih-alih untuk mengisi durasi agar memenuhi syarat sebagai sebuah film lebar, beberapa adegan di film ini pun malah terasa terlalu panjang. Salahnya, hal tersebut tak memberikan sesuatu yang efektif dengan bagaimana cerita di dalam Pixels ini disampaikan.

Pixels akan terasa tertatih untuk menceritakan bagaimana konflik di dalamnya berlangsung. Bukan terbata-bata, tetapi penyampaian cerita yang sangat terasa cepat dengan durasinya yang mencapai 100 menit. Segala bentuk konflik akan terasa loncat tak beraturan dan tak bisa membentuknya menjadi sebuah linimasa cerita yang baik. Pixels pun seperti kehilangan beberapa keping adegan yang tentu membuat penontonnya terasa bingung.

Chris Columbus sepertinya terlalu sibuk untuk mengatur excitement terhadap permainan analog di tahun 80an ini ke dalam filmnya. Sehingga, cerita yang tak beraturan di setiap menitnya ini adalah resiko yang diambil oleh Pixels sebagai pengorbanan dalam memberikan excitement terhadap ikon permainan analog yang menimbulkan efek nostalgia bagi penontonnya. Dan hal itu menjadi sesuatu yang setidaknya menjadi nilai plus dari Pixels yang sudah gagal dari berbagai poin. 


Ingin menjadikannya sebagai sebuah sajian film musim panas keluarga yang menghibur, Pixels masih belum bisa mencapai tujuan tersebut. Dengan pengarahan, naskah, dan momen komedi yang terasa masih di bawah batas yang diinginkan, Pixels tak bisa menjadikan poin excitementdari permainan analog di tahun 80 ini menjadi kuat lewat presentasinya. Dan Pixels tak bisa menjadi sebuah medium nostalgia yang menyenangkan meskipun Chris Columbus masih memberikan excitement terhadap permainan analog ikonik di era emas tersebut.

Comments

Popular posts from this blog

Ranking the 20 Oscar-Nominated Acting Performances

Four weeks from today the Academy Awards will be honoring this year's most prolific performances. And while I've openly stated my personal opinion that 2016's cinematic year left me feeling rather underwhelmed, it's still impossible to ignore the quality performances that were given by a talented crop of actors and actresses. The Oscars aren't perfect, but in an opinion-based system in which operates, who really is? Yet, it's impossible to refute that Hollywood's biggest awards ceremony does a very admirable job of highlighting top-flight talent in all regards. So here are my individual rankings for the 20 Oscar-Nominated performances ( December's list ): *** Note : It's VERY rare that I miss a nominated performance, however I haven't been able to catch the foreign film Elle this year (I will update this list as soon as I do).\ Unranked: Isabelle Huppert ( Elle ) *** #19. Meryl Streep ( Florence Foster Jenkins) I mean, honestly, the Academy pass...

2017 SXSW Film Festival Preview

I'm thrilled to announced that I'll be attending the 2017 SXSW Film Festival (courtesy of Geekscape ) beginning in Austin, Texas this Friday. The festival offers an eclectic selection of world premieres and upcoming releases featuring some of Hollywood's most prominent acting talent and unique visionaries. I can't wait to enjoy 5 days of binge movie-watching! But before I head to the wonderful city of Austin, here's a quick look at some festival titles that I'm looking forward to seeing: Documentaries Kim Dotcom: Caught in the Web - directed by Annie Goldson Debuting at the festival is a doc surrounding the internet's Most Wanted man, Kim Dotcom. As one of the largest copyright infringement sources online, Kim Dotcom was taken in by New Zealand authorities in 2012 and awaiting serious penalties for his described theft of intellectual property. Stranger Fruit - directed by Jason Pollock The ongoing debate surrounding police discrimination against members of ...

Rapid Reviews: Despicable Me 3 and The House

If there's one current animated franchise I always look forward to, it's the Despicable Me films. Credited directors Kyle Balda, Pierre Coffin and Eric Guillon (co-director) bring to theaters the third installment of this series. Yet, with each subsequent journey into the hilarious and complicated life of former-super-villain Gru (voice of Steve Carell), the Despicable Me franchise seems to take a step backwards. After foiling an attempt at capturing the disgruntled former child star and 80s retro villain, Balthazar Bratt (voiced by South Park creator Trey Parker), Gru and Lucy (Kristen Wiig) are fired from the Anti-Villain League (AVL). And just as Gru breaks the unfortunate news to his trio of adopted daughters, he's visited by a man who reveals that Gru has a twin brother named Dru (also Steve Carell) who happens to possess a taste for villainy himself. The estranged siblings engage in some mischievous behavior behind Lucy's back and it leads on a path back to Bal...