Skip to main content

PROJECT ALMANAC (2015) REVIEW : Time Travel With Teenager’s Rules


Film bertema found footage atau mockumentary biasa digunakan untuk presentasi sebuah film horor. Tetapi, juga ada banyak genre-genre lain yang menggunakan format ini untuk mengantarkan cerita film mereka. Untuk film bertema Science Fiction bisa dikenal lewat film Cloverfield dan yang paling baru adalah Chronicle arahan Josh Trank. Tema mockumentary semakin digemari dan menjanjikan di Industri perfilman Hollywood.

Keputusan ini pun digunakan oleh Dean Israelite untuk sebuah proyek film terbarunya. Project Almanac, yang pada awalnya berjudul Welcome To Yesterday ini menggunakan format mockumentary digabungkan dengan genre science fiction dan time travel. Film yang diproduseri oleh Michael Bay ini memiliki sebuah premis yang menarik untuk menarik minat penontonnya, meskipun jadwal tayangnya harus mundur sebulan dari yang dijadwalkan. 


Project Almanac ini menceritakan bagaimana seorang siswa Sekolah Menengah Atas bernama David Raskin (Jonny Weston) yang sedang mencari cara untuk mendapatkan beasiswa untuk biaya kuliah. Dia mengajukan beasiswa lewat karya-karya ilmiah buatannya yang mengagumkan. Sayangnya, biaya beasiswa itu tak sesuai harapannya. Ketika dia sedang termenung di atap rumahnya, dia menemukan video ulang tahunnya yang ketujuh dan menemukan kejanggalan. David yang sudah berusia 17 tahun menampakkan diri di video ulang tahun ketujuhnya.

David yang penasaran menunjukkan kepada adiknya, Christina Raskin (Virginia Gardner) dan ketiga temannya Jessie (Sofia Black-D’ella), Quinn (Sam Lerner), dan Adam (Allen Evangelista). Suatu ketika, David menemukan sebuah mesin milik ayahnya di gudang bawah tanah rumahnya. Mesin itu bertuliskan Project Almanac dan merupakan sebuah mesin waktu yang belum dirakit. David dan teman-temannya pun berusaha merakitnya dan melakukan perjalanan melewati ruang waktu. 


Perjalanan ruang waktu milik David dan teman-temannya ini adalah premis menarik yang digunakan oleh Dean Israelite dengan format mockumentary sebagai presentasinya. Alhasil, Project Almanac memang terasa berbeda dan sedikit lebih segar daripada tema-tema mockumentary yang lebih didominasi oleh genre horor. Di awal, Project Almanac masih terlihat berkiblat pada Chronicle milik Josh Trank untuk menjalankan latar belakang para karakternya.

Hanya saja, Project Almanac memiliki kesan lebih segar dan tidak segelap film milik Josh Trank. Unsur time travel itu menjadi sangat menarik dengan tambahan konflik kaum remaja sehingga Project Almanac seperti sebuah gabungan dari Project X dan Chronicle. Sebuah gabungan antara film dengan arahan yang baik dan arahan yang buruk, maka Project Almanac pun tak luput dari kekurangannya yang menghambat performa maksimalnya sebagai film time travel.

Ceroboh adalah sifat alamiah dari seorang remaja yang sedang mengalami transisi dalam perjalanan hidupnya. Dan hal tersebut mewakili film Project Almanac yang menggabungkan konflik-konfilk remaja di dalam filmnya. Maka, ceroboh adalah kata kunci dari film ini. Kecerobohan lah yang dapat menghambat performa maksimal dari Project Almanac. Penggunaan Time Travel di setiap film tentu harus hati-hati dan teliti. 


Kehati-hatian dan ketelitian itu perlu digunakan sebagai patokan agar film itu tidak memiliki sebuah lubang besar yang menganga lebar dan siap membuat penonton jatuh untuk menanyakan sesuatu setelah akhir film. Project Almanac memiliki kecerobohan untuk memasukkan ide-ide yang besar untuk semakin membuat film ini menarik. Sayangnya, Dean Israelite malah terlihat kewalahan untuk menangani ide-ide besar tersebut.

Perjalanan melewati ruang waktu sebagai konflik utama itu di paruh awal masih terlihat rapi. Tetapi, semakin bertambahnya durasi, film ini mulai tidak menunjukkan konsistensinya dalam menerangkan perjalanan lintas waktunya. Film arahan Dean Israelite ini pun akhirnya mengalami kemunduran di setiap menitnya. Bagaimana perjalanan lintas waktu dengan sebab-akibatnya itu menjadi bumerang tersendiri untuk Dean Israelite. Perjalanan itu pun serasa tak nyata dan tak masuk akal karena kurangnya penjelasan yang kongkrit di dalam naskahnya.

Tetapi beruntung, Project Almanac masih menyisakan kisah-kisah menarik yang dapat dipresentasikan meskipun unsur Time travel-nya terlalu berlebihan. Masih ada kisah-kisah menarik dari setiap karakternya yang dapat menyokong ide-ide gila nan besar milik Dean Israelite yang ditumpahkan lewat film terbarunya. Menggunakan aktor dan aktris tak terlalu memiliki nama pun tak masalah karena film-film seperti tak terlalu mempersalahkan hal itu. 


Menariknya lagi adalah bagaimana Project Almanac menggunakan format Mockumentary dengan rasa kekinian ala remaja. Editing yang lebih halus dari mockumentary kebanyakan dan penggunaan kamera go pro yang semakin menambah cita rasa berbeda dari Mockumentary milik Project Almanac ini. Pun, dengan iringan soundtrack yang juga menarik untuk disimak. Sehingga, Project Almanac tak memiliki rasa Mockumentary yang begitu statis.

Sebagai film dengan format Mockumentary, Project Almanac memberikan nafas segar di dalam genre-nya. Meski tak perlu dielakkan lagi bahwa ide-ide cerita perjalanan lintas waktu itu masih terlalu berlebihan dan ceroboh dalam pengarahannya. Tetapi, Project Almanac memiliki sisa-sisa kesenangan ala remaja yang patut untuk disimak. Ini seperti sebuah gabungan Project X dan Chronicle, seperti asam bertemu manis atau hitam bertemu putih.  Begitulah Project Almanac yang masih separuh bagus dan separuh buruk.

 

Comments

Popular posts from this blog

The Glass Castle

Destin Cretton is anything but a household name. Yet, the gifted filmmaker turned heads with his massively overlooked 2013 drama, Short Term 12 . The effort bridged together Cretton's singular story and vision with the remarkable acting talents of Brie Larson. Since then Larson has gone on to win an Academy Award ( Room ), but her career comes full circle in her latest collaboration with Destin Cretton in the adapted film The Glass Castle . Told non-chronologically through various flashbacks, The Glass Castle follows the unconventional childhood of gossip columnist and eventual Best-Selling author Jeannette Walls (Larson). Prior to her career as a writer, Walls grows up under the dysfunctional supervision of her alcoholic father (Woody Harrelson) and her amateur artist mother (Naomi Watts). But as Jeannette and her siblings begin to mature and fully comprehend their squatter-lifestyle and impoverished upbringing, they must work together to escape the clutches of their deadbeat par

FILOSOFI KOPI 2 : BEN & JODY (2017) REVIEW : Revisi Nilai Hidup Untuk Sebuah Kedai Kopi

  Kisah pendek yang diambil dari Dewi Lestari ini telah dibudidayakan menjadi sebuah produk yang namanya sudah mahsyur. Selain film, produk dari Filosofi Kopi ini diabadikan menjadi sebuah kedai kopi yang nyata. Dengan adanya konsistensi itu, tak akan kaget apabila film yang diarahkan oleh Angga Dwimas Sasongko ini akan mendapatkan sekuel sebagai perlakuan selanjutnya. Tentu, kekhawatiran akan muncul karena cerita pendek dari Filosofi Kopi pun hanya berhenti di satu sub bab yang telah dibahas di film pertamanya. Sayembara muncul ditujukan kepada semua orang untuk membuat kisah lanjutan dari Ben dan Jody ini. Sayembara ini sekaligus memberikan bukti kepada semua orang bahwa Filosofi Kopi tetap menjadi film yang terkonsentrasi dari penonton seperti film pertamanya. Yang jelas, Angga Dwimas Sasongko tetap mengarahkan Chicco Jericho dan juga Rio Dewanto sebagai Ben dan Jody. Angga Dwimas Sasongko pun berkontribusi dalam pembuatan naskah dari cerita terpilih yang ditulis oleh Jenny Jusuf s

DVD Outlook: August 2017

It appears August is rather barren with new DVD and streaming options ( July's suggestions ). Thankfully, a hot slate of diverse theatrical offerings such as The Big Sick , Dunkirk , War for the Planet of the Apes , Spider-Man: Homecoming and so much more, you can find a worthwhile movie to enjoy no matter what your personal preference may be. Either way, here's a look at what's available on DVD and streaming services this month. Alien: Covenant - 3 stars out of 4 - ( Read my full review here ) Earlier this year Ridley Scott returned to his storied  Alien universe once again with the follow-up to 2012's Prometheus . In the latest installment, Scott and company shift their efforts from cryptic to visceral and disturbing with a bloody and twisted affair that feels immensely more horror-based than its predecessor. While on a colonizing mission to jump-start the humanity on a distant planet, crew members of the Covenant are awoken from their hibernation state following