Skip to main content

THE MAZE RUNNER (2014) REVIEW : The Potential Debut Adaptation


Setiap production house berlomba-lomba untuk mengadaptasi buku-buku populer apalagi buku tersebut berseri. Ada yang berhasil seperti Warner Bros dengan Harry Potter-nya, Lionsgate dengan The Hunger Games-nya, dan yang tak bisa dipungkiri yaitu Summit dengan The Twilight Saga-nya serta Divergent yang juga mulai memiliki massa-nya. 20th Century Fox pun mencoba peruntungan lewat film adaptasi buku berseri milik James Dashner yaitu The Maze Runner

The Maze Runner milik James Dashner ini berbentuk trilogi. Penggemar buku ini mungkin tidak sebesar yang lain. Begitupun dengan promo film ini yang terlihat masih malu-malu untuk sebuah film adaptasi novel. Sutradara yang menangani film ini adalah Wes Ball. Sutradara yang juga baru memulai debut di dunia perfilman. 20th Century Fox juga masih meraba-raba apakah The Maze Runner ini akan sukses atau tidak.


The Maze Runner terfokus pada satu anak bernama Thomas (Dylan O’Brien) yang ingatannya terhapus dan dia terdampar di sebuah area bernama Glade. Di sana, terdapat banyak sekali anak lelaki yang berusaha bertahan hidup. Mereka yang hidup di area ini, menyebut diri mereka Gladers. Di Glade, terdapat sebuah labirin yang setiap hari akan berubah pola. Gladers berusaha untuk mencari jalan keluar yang di dalamnya berisikan makhluk berbahaya bernama Grievers.

Setiap bulannya, anak lelaki baru akan datang ke Glade. Tetapi ketika Thomas datang semuanya berubah. Hanya selang beberapa hari ada anak baru bernama Teresa (Kaya Scodelario). Dengan sebuah pesan yang bertuliskan “She’s the last one ever” datang bersamanya. Dia mengingat Thomas sehingga menimbulkan pertanyaan bagi Thomas. Thomas yang ingin tahu pun berusaha untuk menjadi seorang Runners dan ingin menemukan jalan keluar dari Glade.


Quite well-directed to cover not so well written script.

Tak dapat dipungkiri, banyak production house berusaha untuk mengekor kesuksesan dari The Hunger Games trilogy. Begitu pun dengan The Maze Runner ini. Buku yang sudah diterbitkan sejak tahun 2009 ini, akhirnya dilirik juga untuk diadaptasi menjadi sebuah film. Tentu dalam mengadaptasi sebuah novel untuk menjadi motion picture, perlu usaha keras agar menjadi film adaptasi yang bagus.

Diperlukan penulis skenario handal agar bisa memindahkan halaman demi halaman dari buku tersebut. Tetapi perlu diingat, buku dan film bukan satu medium yang sama. Selalu akan ada perubahan dalam mengadaptasinya ke film. Tetapi dengan usaha yang baik dari penulis skenario dan arahan yang kuat dari seorang sutradara, tentu akan menghasilkan sesuatu yang bagus. Sayangnya, The Maze Runner memiliki satu departemen yang tidak kuat agar dapat berjalan seimbang.

Yang salah dalam adaptasi The Maze Runner adalah bagian penulisan skenario. Naskah yang ditulis oleh Noah Oppenhaim dan Grant Pierce Mayers ini memiliki penulisan skenario yang lemah. Hal ini memberikan kesan one-dimensional terhadap beberapa karakter. The Maze Runner memiliki banyak sekali karakter di dalamnya. Sayangnya, karakter-karakter yang muncul ini tidak diberi perhatian lebih sehingga semuanya terkesan memenuhi layar. 


Yang menjadi pion untuk menjalankan cerita di film ini hanyalah Thomas. Beban yang cukup berat bagi Dylan O’Brien untuk menjalankan karakter Thomas. Perlu performa yang kuat dan meyakinkan. Sayangnya, Dylan O’Brien sedikit kurang meyakinkan penontonnya bahwa dialah yang mengatur segala permainan film ini. Tentu karakter di film yang terkesan one-dimensional ini, berdampak pada kurangnya koneksi antara karakter dengan penontonnya. Tidak ada rasa simpati dari penontonnya kepada karakter-karakter di film ini.

Tetapi, Wes Ball sebagai sutradara debutan melakukan arahan yang cukup bagus. Dengan lemahnya di bagian penulisan naskah, Wes Ball berhasil membangun filmnya setidaknya menjadi film yang menghibur. Tensi yang terbangun di film ini cukup baik yang setidaknya menciptakan atmosfir horor dan misteri yang cukup baik. Tentu, Wes Ball sebagai sutradara debutan, masih mendapatkan kategori ‘layak’ tidak seperti halnya sutradara 47 Ronin.


The Maze Runner memang bukanlah menjadi sebuah film adaptasi young adult yang outstanding. Dibandingkan dengan The Hunger Games series, The Maze Runner bukanlah apa-apa. Tetapi, The Maze Runner memberikan hal-hal menarik yang cukup membuat penontonnya penasaran dalam mengikuti setiap menit dari 100 menit film ini. Sayangnya, kekurangan lain menjadi masalah baru bagi The Maze Runner.  Yaitu bagaimana representasi visual di film ini.

Ada yang salah dalam visualisasi di film ini. Tidak ada sesuatu yang spesial dalam production value di film ini. Tidak ada gambar-gambar indah yang dapat ditangkap oleh Director of Photography, terlebih film ini dirilis dalam format IMAX. Visual itu tidak dapat menunjang kelangsungan filmnya. Mata penonton tidak terlalu dimanjakan dengan gambar-gambar di film ini. Apalagi, film ini sering menggunakan waktu malam sebagai setting waktunya. Bisa jadi dengan 'Malam' sebagai setting waktunya, Sang sutradara ingin menyampaikan atmosfir yang lebih mencekam. 


Pada akhirnya, The Maze Runner masih memiliki potensi menjadi salah satu film adaptasi buku young adult yang gagal. Sama halnya seperti Divergent, The Maze Runner memiliki beberapa kelemahan yang sama, terletak pada lemahnya penggalian karakter dan beberapa penyampaian cerita yang masih berantakan. Tetapi, bagaimana sutradara debutan Wes Ball ini bisa menutupi kekurangan dalam skenarionya sehingga The Maze Runner masih menjadi salah satu film yang menghibur.
 

Comments

Popular posts from this blog

The Glass Castle

Destin Cretton is anything but a household name. Yet, the gifted filmmaker turned heads with his massively overlooked 2013 drama, Short Term 12 . The effort bridged together Cretton's singular story and vision with the remarkable acting talents of Brie Larson. Since then Larson has gone on to win an Academy Award ( Room ), but her career comes full circle in her latest collaboration with Destin Cretton in the adapted film The Glass Castle . Told non-chronologically through various flashbacks, The Glass Castle follows the unconventional childhood of gossip columnist and eventual Best-Selling author Jeannette Walls (Larson). Prior to her career as a writer, Walls grows up under the dysfunctional supervision of her alcoholic father (Woody Harrelson) and her amateur artist mother (Naomi Watts). But as Jeannette and her siblings begin to mature and fully comprehend their squatter-lifestyle and impoverished upbringing, they must work together to escape the clutches of their deadbeat par

FILOSOFI KOPI 2 : BEN & JODY (2017) REVIEW : Revisi Nilai Hidup Untuk Sebuah Kedai Kopi

  Kisah pendek yang diambil dari Dewi Lestari ini telah dibudidayakan menjadi sebuah produk yang namanya sudah mahsyur. Selain film, produk dari Filosofi Kopi ini diabadikan menjadi sebuah kedai kopi yang nyata. Dengan adanya konsistensi itu, tak akan kaget apabila film yang diarahkan oleh Angga Dwimas Sasongko ini akan mendapatkan sekuel sebagai perlakuan selanjutnya. Tentu, kekhawatiran akan muncul karena cerita pendek dari Filosofi Kopi pun hanya berhenti di satu sub bab yang telah dibahas di film pertamanya. Sayembara muncul ditujukan kepada semua orang untuk membuat kisah lanjutan dari Ben dan Jody ini. Sayembara ini sekaligus memberikan bukti kepada semua orang bahwa Filosofi Kopi tetap menjadi film yang terkonsentrasi dari penonton seperti film pertamanya. Yang jelas, Angga Dwimas Sasongko tetap mengarahkan Chicco Jericho dan juga Rio Dewanto sebagai Ben dan Jody. Angga Dwimas Sasongko pun berkontribusi dalam pembuatan naskah dari cerita terpilih yang ditulis oleh Jenny Jusuf s

DVD Outlook: August 2017

It appears August is rather barren with new DVD and streaming options ( July's suggestions ). Thankfully, a hot slate of diverse theatrical offerings such as The Big Sick , Dunkirk , War for the Planet of the Apes , Spider-Man: Homecoming and so much more, you can find a worthwhile movie to enjoy no matter what your personal preference may be. Either way, here's a look at what's available on DVD and streaming services this month. Alien: Covenant - 3 stars out of 4 - ( Read my full review here ) Earlier this year Ridley Scott returned to his storied  Alien universe once again with the follow-up to 2012's Prometheus . In the latest installment, Scott and company shift their efforts from cryptic to visceral and disturbing with a bloody and twisted affair that feels immensely more horror-based than its predecessor. While on a colonizing mission to jump-start the humanity on a distant planet, crew members of the Covenant are awoken from their hibernation state following