Skip to main content

TABULA RASA (2014) REVIEW : ‘Makanan’ Sederhana, Kaya ‘Rasa’

 

Di masa sekarang, kuliner menjadi tren di social media Instagram. Fenomena food porn tentu menarik perhatian banyak orang. Tak terkecuali para sineas untuk menjadikan tren tersebut menjadi hal produktif. Coba kita ingat lagi, sudah berapa film indonesia yang mengangkat kuliner sebagai dasar ceritanya? Brownies, Saus Kacang, dan yang paling baru adalah Madre. Sebuah masakan dijadikan medium untuk menjalankan cerita dari film tersebut.

Lifelike Pictures yang dinaungi oleh Lala Timothy pun mengangkat kembali tema kuliner sebagai dasar cerita film miliknya. Tabula Rasa, satu term adaptasi dari bahasa asing, menjadikan masakan khas padang sebagai ikon untuk filmnya beserta cerita yang ada di dalamnya. Film ini sekaligus menjadi debut layar lebar dari sutradara bernama Adriyanto Dewo yang biasanya hanya menangani film-film pendek.


Mempunyai mimpi yang tinggi sebagai pemain sepak bola terkenal membuat Hans (Jimmy Kobogau) ini rela pergi ke ibu kota Jakarta untuk meraih mimpinya. Sayangnya hal tersebut tidak berjalan manis dan dia harus terlantar di jalanan. Mak (Dewi Irawan) dan Natsir (Ozzol Ramadhan) menemukan Hans tergeletak di jalan dan berinisiatif untuk mengajaknya ke warung padang miliknya. Takana Juo, nama warung padang milik Mak dengan Parmanto (Yayu Unru) sebagai juru masaknya.

Tetapi kedatangan Hans ternyata bukanlah sebuah kabar baik. Rumah Makan Takana Juo memiliki problem dalam kondisi keuangannya. Belum lagi ada rumah makan padang baru yang harus bersaing dengannya. Tentu, Hans menjadi kontradiksi bagi orang-orang yang ada di dalam Takana Juo. Tetapi, Mak tetap mempertahankan Hans yang setidaknya bisa membantunya untuk menemani ke pasar atau sekedar membersihkan rumah makannya. 


“Makanan adalah i’tikad baik untuk bertemu”

Siapa yang tak kenal masakan Padang? Bahkan di pinggiran jalan pun, banyak sekali rumah makan padang berjejeran. Menjadikannya sebagai dasar cerita untuk sebuah film tentu cukup menggairahkan. Masakan berbumbu khas padang itu pun akhirnya bisa kita nikmati lewat layar besar. Tetapi, tentu bukan perkara mudah untuk menjadikan sebuah film bertema kuliner yang benar-benar lezat layaknya sebuah masakan.

Demand yang sudah terbangun dengan cukup baik lewat berbagai media, Tabula Rasa mencoba meyakinkan para calon penontonnya. Dengan gimmick promo yang juga menonjol di antara semua film-film indonesia, tentu Tabula Rasa ingin memberikan sesuatu yang lebih dari sekedar film kuliner. Film debut layar lebar dari Adriyanto Dewo ini, tentu menjadi salah satu sajian hangat di perfilman indonesia dalam genre-nya yang belum banyak ragam.

Tagline di poster Tabula Rasa cukup mewakili apa yang ada di dalam ceritanya. “Makanan adalah i’tikad baik untuk bertemu” dan masakan khas padang sebagai makanannya. Tabula Rasa bukan hanya sekedar film bertema kuliner dengan gambar-gambar makanan yang menggiurkan saja. Juga memberikan intrik dengan budaya dan keberagamannya yang dipertemukan lewat satu makanan berbumbu dan kaya rasa khas padang. Sajian Tabula Rasa pun juga punya hal tersebut di dalamnya. 


Sebagai karya debut, tentu ini menjadi sebuah karya menjanjikan dari Adriyanto Dewo. Tabula Rasa berhasil meracik bumbu-bumbu itu dengan pas. Film ini pun sesederhana tampilan masakan padang tetapi dibalik kesederhanaan itu ada banyak sekali kekayaan rasa di dalamnya. Tabula Rasa tentu bukan hanya menjadi sebuah film bertema kuliner dengan tampilan saja menggiurkan. Tetapi, ada makna dibalik yang disampaikan dengan cara yang tidak kentara. Mengajak penontonnya menyelami setiap adegan di setiap 100 menitnya itu agar bisa menangkap sendiri pesannya.

Anggap saja para karakter di film ini adalah bahan-bahan dasar untuk memasak. Rempah-rempah dari tanah agraris Indonesia. Mereka sangat beragam, memiliki latar belakang buadaya ataupun agama dan ciri-ciri fisik yang berbeda. Tetapi ketika semua ‘bahan’ berhasil diracik dan dikolaborasikan, semuanya sangat sedap dipandang dan disantap. Bukankah hidup dalam keberagaman itu sebenarnya begitu indah? Itulah yang coba disampaikan oleh Tabula Rasa.


Tetapi, Tabula Rasa bukanlah film bertema kuliner dengan sajian pop. Sebenarnya, film ini tidak memanjakan penontonnya. Di balik tema-nya yang mainstream itu ada naskah yang ditulis oleh Tumpal Tampubolon yang menyetir Tabula Rasa menjadi film art house. Terlihat cara penuturan film ini yang sebenarnya masih memiliki kesan eksperimental ketimbang ke ranah yang lebih mudah dicerna. Kesan eksperimental itu mungkin tidak akan terasa dominan karena masih ada batasan dalam menyalurkan gaya quirky-nya dalam bertutur di film ini.

Untuk akhirnya bisa mengambil hati penontonnya pun sepertinya masih segmented. Tetapi, kerja keras Adriyanto Dewo berusaha untuk menerjemahkan naskah milik Tumpal Tampubolon ini bisa dibilang berhasil. Toh, Tabula Rasa ini tidak terjerumus terlalu dalam. Karena dengan tema yang seharusnya universal ini, pun harusnya bisa dinikmati oleh segala usia dan kalangan. Bukan hanya sebagian dari penontonnya. 


Character depth pun masih memiliki keterbatasan. Penonton tak bisa masuk lebih dalam lagi agar terkoneksi dengan emosi karakternya. Beruntunglah, kekurangan itu pun bisa ter-cover oleh performa dari jajaran aktor-aktris di film ini. Nama-nama yang ada di film ini mungkin tak eye-catchy, tetapi jangan ragukan performa mereka. Terutama Dewi Irawan yang memerankan sosok Mak dan juga Hans yang diperankan oleh Jimmy Kobogau.

Gambar-gambar indah dari sang DOP ini berperan sangat efektif di film ini. Bagaimana setiap bahan-bahan dapur, makanan-makanan padang seperti rendang atau gulai kepala ikan berhasil memiliki kharismanya. Karena di sinilah bagaimana fenomena foodporn di social media ini berhasil tertangkap lewat gambar bergerak. Alhasil, penonton yang menonton film ini akan merasakan indahnya rendang ataupun gulai kepala ikan. Dengan sesekali membayangkan bau dan rasanya yang akan terasa nikmat saat dihidangkan. Setelah selesai nonton, penonton akan segera mencari rumah makan padang terdekat.


Dengan minimnya keberagaman di tema ini, Tabula Rasa menjadi salah satu cinema gem yang wajib kita santap selagi bisa. Karena, Tabula Rasa bukanlah sekedar tentang sebuah makanan tetapi bagaimana ‘Rasa’ yang kaya itu sangat penting. Meski penuturan ceritanya yang masih memiliki rasa segmented di dalamnya. Tetapi, Tabula Rasa adalah salah satu karya buatan anak negeri yang patut dapat apresiasi dan perhatian lebih. Selain menggugah selera makan, film ini pun akan menggugah hati penontonnya.

Comments

Popular posts from this blog

Rapid Reviews: Despicable Me 3 and The House

If there's one current animated franchise I always look forward to, it's the Despicable Me films. Credited directors Kyle Balda, Pierre Coffin and Eric Guillon (co-director) bring to theaters the third installment of this series. Yet, with each subsequent journey into the hilarious and complicated life of former-super-villain Gru (voice of Steve Carell), the Despicable Me franchise seems to take a step backwards. After foiling an attempt at capturing the disgruntled former child star and 80s retro villain, Balthazar Bratt (voiced by South Park creator Trey Parker), Gru and Lucy (Kristen Wiig) are fired from the Anti-Villain League (AVL). And just as Gru breaks the unfortunate news to his trio of adopted daughters, he's visited by a man who reveals that Gru has a twin brother named Dru (also Steve Carell) who happens to possess a taste for villainy himself. The estranged siblings engage in some mischievous behavior behind Lucy's back and it leads on a path back to Bal...

The Best Amy Adams Performances

Amy Adams has become somewhat of an awards season staple with Oscar Nominations in 4 of the last 8 years. She makes a huge return in 2016 with a pair of vastly different films in the sci-fi drama, Arrival , and the mind-bending psychological thriller, Nocturnal Animals . Therefore, since Adams could be primed for another Oscar run for her role in this month's science fiction release, November's Movie List of the Month examines the finest work of her career ( October's list ). Honorable Mention:   Big Eyes , Doubt ,  Enchanted , and The Muppets #5. Junebug (2005) Phil Morrison's original indie drama, Junebug , proved to be a catalyst for Amy Adams' career. The film follows an art dealer (Embeth Davidtz) and her new husband (Alessandro Nivola) as they travel back to his home southern town where she meets his family and pregnant sister-in-law (Adams). Amy Adams knocks her southern accent out of the park and shines in her wholesome, albeit it talkative, role. The film ...

The Snowman and The Disaster Artist Trailers

From the acclaimed Best Selling Novel comes Tomas Alfredson's (Tinker Tailor Soldier Spy and Let the Right One In) October murder-mystery, The Snowman . Michael Fassbender stars as Harry Hole, a detective determined to find a killer who taunts the police with snowmen at his crime scenes. Readers were enthralled by the novel and if the film can be anywhere near as good, then we may have the year's most gripping crime-thriller on our hands. Check out the debut trailer for The Snowman which just dropped this morning. Tommy Wiseau's 2003 indie film, The Room , has been labeled as one of the worst films ever made, but that hasn't stopped it from earning an impressive cult following. And after debuting a "work in progress" screening at this year's SXSW Film Festival, James Franco's behind-the-scenes darkly comic, albeit respectful, dramatization, The Disaster Artist , became the talk of the town. Franco's brother, Dave, and regular partner in crime, Set...